Kebijakan publik selalu memberikan polemik dua sisi mata uang, di satu sisi ada masyarakat yang menerima dan di sisi lain ada masyarakat yang melakukan perlawanan (Uddin dan Sobirin, 2017)2. Demikian pula dengan kebijakan adaptasi kebiasaan baru atau new normal yang dipilih Pemerintah dalam masa pandemi Covid-19 ini. Friksi pasti bermunculan sebagai respon terhadap tingginya kurva epidemi. Miskonsepsi berpeluang pula terjadi dalam proses adaptasi kebiasaan baru menuju sebuah tatanan baru. Oleh karena itu perlu edukasi yang integratif dan kontinu kepada masyarakat soal kebijakan ini.
Apakah tema edukasi remeh untuk dibicarakan? Tidak. Faktanya, kesadaran masyarakat untuk menaati protokol kesehatan aman Covid-19 masih kurang. Boleh jadi teori-teori edukasi sudah dijalankan dalam berbagai program baik pemerintah maupun swasta. Namun kembali pada fakta di atas, masyarakat perlu peran yang lebih riil. Disini dapat diambil poin bahwa berbagai teori mungkin baik untuk masyarakat, namun ada yang lebih mendasar yakni edukasi dengan keteladanan.
Salah satu instrumen negara yang dapat berperan dalam proses edukasi di atas adalah Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Kesatuan ini dinilai tepat karena memiliki jejaring yang luas dan profesional. Jejaring tersebut meliputi seluruh pemangku kepentingan penanganan Covid-19, termasuk juga perangkat desa yang notabene menjadi pihak yang bersinggungan langsung 24 jam dengan masyarakat. Dus, komunikasi yang berisi edukasi dapat lebih terjaga di level akar rumput.
Lebih lanjut, suatu peran dapat berjalan dengan baik dan benar jika pemeran mau senantiasa meningkatkan kapasitas diri. Sebelum memberi keteladanan, KORPRI seyogianya memahami konsep kebijakan tatanan baru. Tentunya pemahaman ini bertahap dan berasal dari referensi yang kredibel, sehingga alur edukasi dapat konsisten dan reliabel. Di sisi lain, pemerintah harus siap menyediakan kebaruan referensi yang representatif baik secara daring maupun luring.
Peran KORPRI
Peran korps ini secara filosofi tersirat dalam Panca Prasetya KORPRI. Pertama, peran edukasi untuk loyal pada negara. Loyalitas pada negara dalam hal ini diartikan sebagai kepatuhan menaati setiap regulasi dari pemerintahan yang sah. Termasuk didalamnya adalah regulasi yang berupa seluruh protokol pembingkai era tatanan baru. KORPRI harus tampil memberi contoh dengan disiplin mengaplikasikan butir-butir protokol termasuk menggunakan masker, menjaga jarak fisik serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kedisiplinan ini juga akan berefek pada minimnya penularan Covid-19 via klaster perkantoran.
Kedua, peran edukasi untuk menerapkan pelayanan yang aman. Pandemi ini memunculkan pelaku-pelaku bisnis yang kreatif dengan strategi daringnya. Strategi ini relatif aman meskipun juga tidak seratus persen bebas dari penularan virus. KORPRI harus mampu mendampingi strategi ini dengan terbiasa menerapkan sistem daring sehingga akses pelayanan untuk masyarakat khususnya para pelaku usaha tersebut dapat lebih nyaman dan aman. Namun perlu dicatat, sistem daring memang tidak ada yang sempurna sehingga wajar jika dikritisi keoptimalannya. Instansi yang telah menerapkan sistem ini pun harus peka terhadap kritik yang konskruktif. Peka disini adalah menampung, menganalisis dan memilah dengan obyektif.
Keteladanan KORPRI juga krusial pada penanganan informasi hoaks yang kerap menghiasi media sosial. Informasi hoaks ini mampu menggoyang stabilitas keamanan dan ketertiban serta dapat berujung pada tindakan melawan hukum. Peran KORPRI adalah dengan meluruskan setiap hoaks yang ditemui dengan referensi yang akurat dan cara penyampaian yang elegan.
Ketiga, peran edukasi untuk kesetiakawanan sosial. Sebagaimana diketahui, bahwa nilai yang terkandung dalam kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa telah ada sejak zaman nenek moyang. Jiwa dan semangatnya merupakan potensi spritual dan sekaligus sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa (Listyawati dan Ayal, 2018)3. KORPRI telah teruji dalam merajut kesetiakawanan internal korps, kini saatnya agar lebih menumbuhkan nilai tersebut ke arah eksternal atau masyarakat.
Penumbuhan nilai di atas sangat beralasan, terutama memasuki era tatanan baru karena Covid-19. Di satu sisi, KORPRI boleh jadi lebih tenang karena mendapat penghasilan tetap bulanan meskipun ada penyesuaian nilai besarannya. Di sisi yang lain, ada sebagian masyarakat yang masih terdampak pandemi dan benar-benar tak punya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peluang berupa tantangan inilah yang harus ditangkap KORPRI untuk bersama-sama berjuang mencari solusi. Tentunya solusi yang sifatnya mendidik agar masyarakat dapat mandiri dan produktif.
-----------------------------------------------------------------------------------------
1 Penulis : Fajar Nugroho, S.P., M.Kom. (Carik Sidoluhur, Godean, Sleman)
2 Uddin B. Sore dan Sobirin, 2017. Kebijakan Publik. CV. Sah Media, Makasar
3 Andayani Listyawati dan Lidya Nugrahaningsih. 2018. Budaya lokal sebagai wujud kesetiakawanan sosial masyarakat. Jurnal Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol. 42 No 3.